29 April, 2012


Memaknai peristiwa..

Waktu memang terasa padat kawan.
Keleluasaan memang terasa terbatasi kawan.
Tapi inlah proses, inilah pembelajaran.
Yang kelak akanmenjadi guru dalam kehdupan.

Sahabat, akupun sama seperti kalian. Merasa dii atur, merasa di batasi, merasa tak bebas dan lainnya lagi. Tap mungkin hanya satu saja yang membedakan, aku belajar keras untuk memaknai ini, untuk  berhusnudzan pada Allah, bahwa Allah sedang membentukku menjadi insan yang lebih siap lagi jika dipanggilNya ( meskipun, masih banyk yang harus ku persiapkan). Sedangkan kalian lebih sibuk untuk mencari-cari kesalahan atas kejadian ini.
Betul, sahabat. “kita sudah besar, kita tahu mana yang baik. Dan tak perlu di atur-atur”.  Tapi benarkah kita selalu bisa membuka diri, ketika tak ada seorangpun yang mengingatkan di samping kita? Benarkah kita akan selalu ingat, dan memastikan diri kita akan selalu benar? Jika memang demikian, mengapa kualitas dri kita masih payah. Masih belum bisa melaksanakan ibadah tepat pada waktunya.
Betul, sahabat “ untuk apa absensi ibadah dinilai. Bukankah itu hanya urusan kita dan Allah ?”. Ya betul, tapi salahkah kita berupaya, salahkah kitamemksakan kebaikan ini. Dengan harapan, ini akan menjadi ha baik pada akhirnya, akan menjadi pengulangan secara sadar kita.
Semua itu betul, semua itu wajar melntas dipikiran sahabt semua.
Tapi kurasa ada satu solusi, disamping kita mengkritisi, mengapa tak kita nikmati? Kenapa terlalu sibuk mengkritik tanpa member perubahan yang bermakna pada diri kita?
Yakinlah, suatu saat kau akan sangat menyesal
“ mengapa dahulu aku tak menerapkan shalat tahjudku dengan baik.”
“mengapa dahulu aku tak mengambil pelajaran yang banyak”
“mengapa dulu aku tak mencari banyak saudara dan sahabat”
Krena  semua ini hnya salah satu proses pendidikan. Karena boleh jad suatu saat nanti kau akan di hadapkan pada keadaan sempit seperti ini. 
Maka, mengapa tak dinikmati saja, mengapa tak di gali sebanyaknya hikmah?  
Karena kita sudah tua sahabat, sudah waktunya kita memperkuat pemahaman agama. Bukankah kita hidup dengan agama?

17 April, 2012

cerita hikmah di atas hujan

.... akupun masih tetap meluncur ketika rintik hujan mulai turun menemani, dan tak sedikitpun aku ingin rehat meski sangat sejenak. Tapi seketika itupun rintik hujan tadi berwujud serangan bagiku, bukan tetesan yang turun tapi kini guyuran, dan akupun dengan berat hati memutuskan untuk singgah di sebuah tenda kecil dekat sebuah warung kecil di jejalanan yang sepi itu. Aku masih peduli pada badanku yang berceloteh dan merajuk dengan kasihannya, "aku kedinginan, menggigil", namun tak ada yang bisa ku perjuangkan dan ku berdayakan saat itu. Ku amati sekitaranku, sambil kembali menatap langit dan menengadahkan tanganku pada sang hujan untuk mengetes sejauh mana hujan sudah reda, dan ternyata tetap sama frekuensinya.
Dari jarak dekat tersebut menuju sebuah warung, rasanya aku melihat sesuatu, ya aku melihat seorang insan yang melambaikan tangannya, tapi aku sulit menerjemahkan karena aku tak mengerti dan tak ada suara yang mampu ku dengar. Aku takut untuk menghampirinya, tapi akupun takut jika itu suatu sinyal butuh pertolongannya. Dan dengan pasti ku hampiri insan tersebut,
"Ada apa mbak?" dengan sambil mengamati sekitaran warung, hanya untuk siap siaga.
Beliau seolah memberi isyrat dengan bhasa tubuhnya. mungkin kalau ku artikan " duduklah disini, hujan dan dingin disana", hmmmm entahlah. Akupun bertanya. " Apa mbak, ada yang bisa saya bantu?". Beliau masuk dan kembali sesaat dengan membwa selembar kertas dan pena "Maksud saya, di luar hujan mba, berteduh disini saja".................  Next on