Buliran air mata itu tak bisa ku seka, semakin deras dari jam ke jam yang terus mengantarkan waktunya. Entah kenapa aku menangis? Dahsyat, sungguh.
Saat itu hanya ada dua sosok bayangan, seorang ibu tua dan bapak tua . ya, itulah kedua orangtuaku. Biasa kupanggil mah,pak. Rasa-rasanya, itu sindrom rindu. Padahal, baru saja aku pulang dan bertemu dengan mamah terkasih.
Itu semakin deras sampai dipuncaknya, ketika aku tersujud dalam hangatnya duha senin pagiku. Sungguh aku membasahi perahu sajadah itu. Lantas kuucapkan beribu du’a agar Allah senantiasa melindungi mereka dalam naungan rahmatNya. Dan segera kubangkitkan badanku dari duduk yang berkepanjangan itu.Karena aku harus melangkah melakukan aktivitas lain.
Kulukis dengan senyuman agar hatiku tetap ridha, tetap pada jalan yang harus ku susuri, dan aku tak berharap aku sampai meneteskan air mata itu diperjalannku saat ini. Tapi sungguh aku cengeng!!! Aku tetap tak bisa menyeka, namun aku bersembunyi dibalik fluku.
Hatiku berkata, mungkin aku harus mengatakan kegelisahan ruang rindu ini agar berkuranglah cengengku. Maka ku katakana ini pada orang yg ada disekitarku, tak banyak, hanya mereka yang kuanggap boleh mendengarkannya. Mereka semua bilang “Kirimi mamhmu sms, atau telfonlah ia, katakana bahwa kau merinduinya”. Yaaaa, tapi aku takut jika tak mampu menyeka air mataku, ku pastikan mamah disanapun menangis banjir.
Kemudian ku istigfarkan hatiku………………..
Hari berganti……..
Ku katakana pada diriku, mungkin ini karena betapa banyaknya dosaku pada mamh dan bapakku, hingga aku tak mampu untuk menyeka buliran itu? Mungkinkah begitu?
Maka masih dalam daminya duha selasa pagi, masih ada banjir tangis disana. Dengan beribu du’a yang terus kupanjatkan, kali ini kutambahi dengan bayangan wajah mereka yang sedang tersenyum dan senyumanku. Dengan berani aku meminta banyak hal untuk mereka pada Allah, Terus ku ulangi lagi dan lagi. Sampai akhirnya kembali ku bangkitkan diri dari tafakurku.
Aku bergegas dengan lafazd basmalah meraih handphone pemberian bapakku.
Aku buka messege, dank u beranikan diri untuk menulis pesan baru.
Dengan ketegasan aku pastikan mengetik satu demi satu huruf.
Tanpa takut, rag uterus kuyakinkan untuk menuntaskan sms itu.
‘’Assalamu’alaikum mah,pak.
Semoga hari ini dan selamanya Allah selalu melindungi kalian dari segala keburukan dunia’akhirat.
Maaf, nunik dan ade-ade kalo sering buat kesal, dan belum bisa memberikan apa-apa dan belum bisa untuk mengekpresikan kasih saying kita dengan baik.
Du’akan kita dan bantu kita u terus mencapai cita-cita dengan du’a tulus dan kebaikan kalian yaa.
(dan kuselipkan memo dibawahnya)
*jangan ketawa aneh baca ini, Insya.allah kita sdg ingin memprbaiki diri menjadi anak yang lebih baik J aamiiin “
Ku kirimkan it dengan harapan cengengku semakin membaik. Aku tak menelevonnya, karena aku takut tangisku semakin membuncah.
Maka merekapun membalas dengan beragam pertanyaan.
“hayo, ada hari spesialkah tanggal ini?’’
‘’ ko tumben gitu”
Dan yang terus membuatku meneteskan air mata…
‘’ terimakasih do’anya. iya, semoga keluarga kita selalu dilindungi dan diberkahi allah, bapak selalu mendu’akan”
‘’ mamah selalu mendu’akan, mamah nggak ketawa, malah mamah nangis terharu bacanya”
Subhanallah,
Kemudian beberapa jam kemudian mereka menelevon…
membanjirlah sudah, tapi lebih mampu ku seka air matanya.
membanjirlah sudah, tapi lebih mampu ku seka air matanya.
‘’dengan suara lemah dan tangis mamah berbicara, maka ku katakan, mah jangan nangis lagi. Dan mamh menjawab ini karena mamah senang”
Subhanallah, great rasanya. Lega hati.
Kulakukan itu tanpa malu.
Sohabatku…
Yu’, kita minta maaf selalu pada mereka. Karena kita tidak tahu kapan kita menyakiti hati mereka.
Sebelum ajal menjemput kita dan membatalkan rencana kita u minta maaf pada mereka..
Sekarang… Sekarang…..
Minta mereka membantu kita u meraih cita-cita yang insya.allah mulia…
*Barakallah…
Rabbigfirli dzunuubi waliwalidayya warhamhuma kamaa rabbayaani shagiiraa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar